Cerpen Akhir dari Akhir: Harta Karun

Pukul 17.00 WIB kami melangkahkan kaki menempuh butiran debu yang menyelimuti jalanan ramai diisi truk raksasa beroda enam. Waktu tempuh dari kampus menuju tempat kontrakan berkisar setengah jam bila menggunakan motor, dan satu hingga dua jam bila ditempuh dengan kaki telanjang. Kami tentu saja menggunakan si jagoan merah.

Baca cerita sebelumnya: Humairah

Selama menyusuri perjalanan, kami menemukan penemuan-penemuan yang kami sebut harta karun. Jenis harta karun yang bukan pada umumnya. Biasanya harta karun identik dengan emas ataupun segepok uang. Harta karun yang kami maksud adalah pelajaran atau hikmah yang bisa kami ambil dari menyusuri jalanan. Sembari mengendarai roda dua, si Akhir menolehkan kepala ke kiri jalan.

"Lihatlah di sudut sana, ada sebuah keluarga yang amat berbahagia menemukan sepotong ayam dari tempat yang kita anggap menjijikkan." 

Seketika aku langsung mengikuti instruksi Akhir. Aku melihat ada seorang anak bersama orang tua nya menggunakan baju lusuh penuh lobang. Namun, mereka berbahagia. Kejadian ini justru membuatku bertanya-tanya karena aku yang serba berkecukupan, sering merasa sulit bahagia. Setiap hari aku bisa membeli beberapa potong ayam dan daging serta masih bisa menggunakan pakaian yang layak pakai. Akan tetapi, hatiku terasa hampa.

"Iya keluarga tadi ya. Bagaimana mereka bisa bahagia dengan kondisi seperti itu ya hir?”

Sambil menggelengkan kepala, Ia melontarkan jawaban, "Ah kau ini masa lupa sama isi kajian 1 bulan lalu. Letak bahagia itu mudah, dengan mensyukuri nikmat yang sudah diberi oleh-Nya maka kita akan merasa bahagia."

“Iya Hir, aku lupa. Kalau tidak salah ada juga ya dalam suatu ayat yang mengatakan Allah Swt akan melipatgandakan kebahagiaan bagi orang yang bersyukur,”balasku.

Aku tertegun dan mengintropeksi diri. Jangan-jangan selama ini aku sulit bahagia, ya karena aku kurang bersyukur, hanya fokus pada masalah dan lupa dengan nikmat yang diberikan oleh-Nya. Rasanya seisi dunia menjadi sangat mencekam ketika satu masalah datang. Aku hanya menganggap masalah adalah beban semata. Padahal masalah pun bisa menjadi kenikmatan yang diberikan Allah Swt.

Selang waktu 15 menit. Kini aku yang menemukan harta karun. Di sudut kanan jalan, aku melihat seorang perempuan dengan rona wajah meneduhkan membagikan makanan untuk anak-anak kecil kurang mampu.

"Hir, lihatlah di sebelah kanan. Indah sekali ya pemandangannya.”

"Hah yang mana, perempuannya?," balas Akhir.

"Pemandangan bisa berbagi bersama orang-orang membutuhkan. Kau ini ada-ada saja hahaha. Coba kau tebak, apakah perempuan itu memiliki banyak harta?," tanyaku.

"Kau tidak amnesia kan?. Lihat itu Humairah, anak ibu kost kita. Seperti yang kau tahu, ia tidak bergelimang harta," balas Akhir.

Aku mulai menyipitkan mataku. Menurut teoriku, salah satu cara agar penglihatanku jelas tanpa kacamata adalah menyipitkan mata. Ternyata benar, perempuan itu adalah Humairah. Aku jadi penasaran apa yang melandasi Humairah membagi-bagikan makanan dengan kondisi keluarganya pun tidak begitu banyak harta, hanya bermodalkan 2 petak kamar yang dikontrakkan dan membutuhkan dana untuk biaya pengobatan ayahnya. Aku berniat akan mengintrogasi Humairah nanti.


Posting Komentar

0 Komentar