Foto: Unsplash |
Selepas dari kantin, kami menyusuri jalan kampus. Melanjutkan obrolan yang tertunda. Aku mulai merayu Akhir agar mau menceritakan kisah hidupnya. Kami sudah dua tahun berteman. Namun, belum pernah membahas hal berbau privasi. Aku hanya tahu sebagian kecilnya saja. Akhir adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, berasal dari kota Palembang, dan mengadu nasib ke kota lain bermodalkan nekad.
Perjalanannya Akhir menuju kota Bandung disambut dengan peristiwa mencekam. Wajahnya yang polos harus bertemu dengan kumpulan preman. Dompet yang berisikan uang seketika lenyap. Uang pemberian orang tuanya dirampas secara paksa. Bukan hanya itu, para preman juga meninggalkan jejak di wajah Akhir. Wajahnya lebam akibat beberapa pukulan.
Ia menyusuri jalan yang lenggang dengan tidak tahu arah mau kemana. Di persimpangan jalan kami bertemu. Aku sedang mendorong motor mogok. Ia datang menyapa dan mengulurkan bantuan.
“Motornya mogok?”
Aku sempat kesal dengan pertanyaannya. Coba pikirkan untuk apa aku mendorong motor jika tidak mogok. Sungguh sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dijawab. Aku hanya bergumam dalam hati dan secara lisan mengiyakan.
“Biar aku bantu ya,” serunya.
Aneh bin ajaib. Pemuda itu sangat baik hati. Ia bisa saja mengutuk diri, marah pada keadaan dan menutup rapat jiwa sosialnya karena masalah yang baru saja menghampirinya beberapa jam lalu. Aku bergegas bertanya alamat rumahnya. Aku ingin membalas jasanya. Ternyata ia seorang anak rantau dari kota yang memiliki nama makanan unik, yaitu roket dan kapal selam haha. Aku menaruh rasa iba dan menawarkan bantuan untuk menginap saja di kontrakanku. Masa lalu Akhir begitu menggemaskan sehingga membuat rasa penasaranku menjadi-jadi.
***
"Hir, Aku penasaran dengan keluargamu. Bagaimana keadaannya?"
"Pertanyaanmu ini ada-ada saja. Nanti akan Aku ceritakan.”
Setelah mendengar respon Akhir, Aku langsung memutar arah pembicaraan. Kami asyik membicarakan anak ibu kontrakan bernama Humairah berusia 21 tahun dan masih lajang. Seperti namanya, Humairah adalah gadis jelita yang memiliki rona pipi kemerahan.
Kami sering berpapasan dengannya ketika hendak masuk pintu kamar kost. Kepribadiannya sangat memikat hati. Setiap pagi ia memberi nutrisi pada tumbuhan, siangnya berbagi makanan pada kucing, sore hari mengajar anak kecil di lingkungan rumah dan tidak lupa ia juga rajin membantu ibunya membersihkan rumah.
Pada arus zaman yang bergerak cepat, rasanya menemukan sosok individu yang memiliki jiwa sosial terhadap lingkungan sekitar sulit ditemukan. Humairah adalah sosok perempuan idaman versi kami. Tidak hanya unggul perkara dunia. Humairah juga memiliki hubungan yang romantis dengan pencipta-Nya. Saat bumi mulai riuh dengan pernak-pernik yang mengiurkan. Ia justru riuh dengan bacaan Al-Qurannya. Beberapa kali kami mendengar Ia melantunkan ayat suci Al-Quran ketika menghampiri rumah ibu kontrakan untuk membayar biaya bulanan.
0 Komentar